BREAKING NEWS
latest

Kekerasan Hati Penghambat Masuk Ke dalam Kerajaan Allah Markus 10:2-16




Sebagian besar pengkhotbah mendasarkan pemahaman teks Markus 10:2-16 berbicara tentang hakekat pernikahan. Tidak salah. Namun, ketika kita membuka keluasan pesan Firman Allah di dalam teks ini, ternyata teks ini juga membongkar secara tajam motif pikiran manusia yang menyimpang dari yang sebenarnya. Penyimpangan tersebut membuahkan kekerasan hati, sehingga berupaya mendelegitimasi kebenaran karya Allah atas manusia itu sendiri, termasuk  perihal nilai-nilai pernikahan Kristen. Jadi, melalui teks ini, kita merekonstruksikan kembali, bentuk-bentuk kekerasan hati orang Farisi yang diperhadapkan kepada Yesus.  Dengan harapan, melalui pengajaran Yesus yang tepat sasaran itu, kita memperoleh bahan  pembelajaran penting tentang iman Kristen pada zaman sekarang.

    Yesus berangkat menuju Yerusalem, lalu tiba di Yudea, salah satu kota penting Israel. Sebagaimana biasanya, Yesus berkali-kali mengajar murid-murid-Nya dan orang banyak (kala imperfektum edidaskein) tentang  makna penderitaan (8:31), syarat-syarat mengikut Yesus (8:34), upah mengikut Yesus (10:30), Yesus adalah Putra Allah, Sang Mesias (8:29),  dan hakekat Kerajaan Allah. Dampak dari pengajaran Yesus membuat semakin banyak orang bertobat dan percaya kepada-Nya (Yoh.10:42). Di sisi lain orang Farisi tidak menyetujui pertemuan-pertemuan yang bersifat memberi pengajaran, pencerahan dan pertobatan, melainkan ingin membendung perhatian orang banyak berdasarkan alasan politis dan agamawi. Pola berpikir orang Farisi, bahwa harus segera mengambil tindakan menghentikan pengaruh perubahan yang dipelopori oleh Yesus, Sang Mesias.  Maka, dirancanglah suatu skenario dialogis destruktif, dengan materi pertanyaan: ”Apakah seorang suami diperbolehkan [oleh Allah] menceraikan istrinya?” (10:2). Suatu topik yang hangat dikalangan Yahudi, sampai melahirkan dua aliran keras yaitu kubu rabi Hilel dan rabi Syamai. Tentu semuanya maksud jahat itu akan berakhir sia-sia.

    Dalam teks ini, kita melihat 4 (empat) konstruksi motif kekerasan hati orang Farisi, yang menjadi penghambat rahmat untuk memasuki kerajaan surga, yaitu: 1. MENYELA TUHAN. Salah satu bentuk kekerasan hati orang Farisi ialah menyela Yesus dengan motivasi negatif saat mengajar. Menyela Tuhan dalam kebenaran-Nya adalah bentuk kekerasan hati. Perlu diwaspadai, dengan dalil kebebasan berbicara, berpendapat, berkumpul, dan lain-lain, manusia sering jatuh ke dalam dosa bentuk kekerasan baru pada zaman ini, sebagai tanda meniadakan Tuhan dalam proses pencarian arti suatu kebenaran. 2. MENGABAIKAN IBADAT. Yesus bertanya kepada orang Farisi: Apa perintah Musa kepadamu? (10:3),  Yesus bermaksud  mengungkap sejauh mana mereka menetahui hukum-hukum Tuhan dan sejauh mana mereka taat kepada Tuhan dalam hidup dan ibadat-ibadat mereka sebelumnya. Perlu diketahui bahwa, perintah Allah disampaikan  melalui Musa, tertuang dalam Lima Kitab Musa (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan), lebih dari cukup mengatur hidup manusia untuk menjalankan perintah Tuhan, sebab Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa (Mzm.19:7). Tidak ada alasan untuk bertanya tentang boleh tidaknya seorang laki-laki menceraikan istrinya, kecuali hanya untuk alibi dibalik kejahatan manusia.  Jadi, mengabaikan hukum adalah tanda kekerasan hati, dan sebaliknya menaati hukum tanda kelemahlembutan. 3. MENGABAIKAN PRINSIP ILAHI PENCIPTAAN MANUSIA. Prinsip ilahi penciptaan manusia ialah menjadikan manusia sebagai citra Allah (Kej.1:26), baik secara natural image maupun moral image dalam terang prinsip kesatuan manusia (10:8), terutama untuk sebuah pernikahan, lalu Allah memberkati mereka (Kej.1:28). Melihat manusia seharusnya seperti melihat Tuhan (citra Allah), bukan seperti melihat hantu. Ide menceraikan istri, membuat surat cerai, bahkan berfikir cerai saja dibalik kepentingan manusia semata adalah kekerasan terhadap prinsip ilahi tentang penciptaan manusia. Keunikan manusia ciptaan Allah, khususnya pernikahan terletak pada kekuatan kesatuannya,  sebab apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia 4. MEMANIPULASI HUKUM ALLAH UNTUK TUJUAN PRAGMATIF MANIPULATIF. Orang Farisi mengajukan dalil bahwa, Musa memberi izin  untuk menceraikannya (istri) dengan membuat surat cerai (4). Izin cerai oleh Musa bukan perintah melainkan tersirat, karena ketegaran hati dan kepentingan manusia semata. Suatu kelonggaran bagi kelemahan manusia untuk mengatur perceraian dalam keadaan masyarakat yang telah rusak. Itulah yang dimaksud memanipulasi hukum Allah untuk tujuan pragmatif manipulatif manusia. Pengajaran Yesus pada ayat 6-8, Yesus mau mengembalikan kepada cita-cita Allah pada mula pertama. Perintah untuk memelihara kasih dan kesetiaan tidak hanya berlaku bagi kaum laki-laki, tetapi juga bagi kaum perempuan (10:12).
    Di tengah-tengah kekacauan masyrakat dan rendahnya nilai-nilai pernikahan, maka kedatangan orang tua membawa anak-anak untuk di jamah Yesus, merupakan gambaran kebutuhan zaman agar setiap keluarga menyelamatkan masa depan angkatan muda dan generasi penerus Israel (10:13). Kebutuhan ini belum tentu dilihat oleh murid-murid Yesus, sehingga Yesus memerintahkan agar tidak menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah (10:14). Lalu Yesus memeluk anak-anak itu, dan sambil meletakkan tangan-Nya di atas mereka, Ia memberkati mereka (10:16). Pokok utama dalam teks ini bukan soal kedatangan anak-anak, tetapi mengenai hal menerima Kerajaan Allah.  Semua orang harus menerima Kerajaan Allah. Dengan demikian, anak-anak yang datang kepada Yesus untuk meminta berkat bagi masa depan, sesungguhnya sudah dalam perjalanan menuju kerajaan surga. Begitu pula, orang tua yang bersama anak mereka yang berikhtiar masuk rumah Yesus, sesungguhnya mereka hendak memasuki kerajaan surga. Yesus adalah Gerbang Kerajaan itu, jalan menuju Kerajaan itu, pintu masuk ke Kerajaan Allah itu. Maka, berbahagialah orang tua dan anak-anak yang datang kepada Yesus untuk menerima Kerajaan Allah. Ingatlah, kekerasan hati menjadi penghambat manusia masuk kerajaan surga. Amin.


Penulis: Pdt.Charles Sihombing, M.Th (GMI STT Bandar Baru)
« PREV
NEXT »

No comments